Thursday, December 15, 2011

Kajian Fiqh Keuangan Kontemporer : Aspek Hukum dan Tinjauan Syariah tentang Kartu Plastik (Debit, Credit, Charge, and Cash Card)

Penggunaan karu plastik di Indonesia dimulai pada tahun 1988. Keluarnya keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 telah mengubah peta penyebaran kartu plastic semakin luas. Perkenalan dan perkembangan kartu plastic di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perkembangna dunia perbankan Karena penerbit terutama pengelola kartu plastic di Indonesia adalah bank.



Kartu plastic mulai diperkenalkan pada masyarakat dan sedikit demi sedikit masyarakat mulai terbiasa dengan penggunaan kartu kredit dan kartu ATM. Pelopor pengembangan usaha kartu plastic di Indonesia dilakukan oleh Citibank dan bank Duta melalui kerjasamanya dengan Visa Internasional dan Mastercard International.

Pihak-Pihak Terkait dalam penggunaan Kartu Plastik

Pihak-pihak yang terlibat:

1. Penerbit (Issuer)
Artinya penerbit disini merupakan pihak atau lembaga yang menerbitkan dan mengelola kartu. Bisa bank, lembaga keuangan nonbank, dan perusahaan non lembaga keuangan. Perusahaan yang khusus akan menerbitkan kartu terlebih dahulu harus memperoleh izin dari departemen keuangan. Apabila penerbit adalah bank, harus mengikuti ketentuan dari BI

2. Acquirer
Yaitu pihak yang mewakili kepentingan penerbit untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan kepada pemegang kartu kredit dan melakukan pembayaran kepada merchant atau penjual.

3. Pemegang kartu
Yaitu pihak yang menggunakan kartu kredit dalam kegiatan pembayaran dimana pemegang kartu tersebut telah memenuhi prosuder yang telah ditetapkan penerbit untuk dapat diterima sebagai anggota dan berhak menggunakan kartu sesuai dengan keguanaannya.

4. Merchant
Adalah pihak yang menerima pembayaran dengan kartu atas transaksi jual beki barang dan jasa dengan menggunakan kartu kreditnya. Sebelum menerima pembayaran dengan kartu kredit, merchant tersebut terlebih dahulu mengadakan perjanjian kerjaama dengan issuer dan acquirer.


Fungsi Kartu Plastik:


1. Sumber kredit
Kartu plastic dapat digunakan untuk memperoleh kredit dengan cara membayar bulanan sejumlah minimum tertentu dari total transaksi yang dilakukan.

2. Sumber uang tunai
Kartu plastic dapat dugunakan untuk memperoleh uang tunai melalu ATM atau menggunakan kartu sebagai jaminan atas cek yang ditarik.

3. Penjaminan cek
Kartu plastic dapat digunakan untuk menjamin penarikan cek dengan kata lain digunakan untuk menjamin setiap pembayaran dengan menggunakan cek oleh pemegang kartu.


Jenis-jenis kartu palstik menurut fungsi:


1. Credit Card
Yaitu kartu plastic atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa yang pembayaran dan pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau anguran pada jangka waktu tertentu setelah kartu diggunakan ebagai alat pembayaran. Pemegang kartu kredit dapat membayar semua tagihan secara lunas atau mencicil pembayarannya asal memenuhi ketentuan minimal 10% dari tagihan dan sisanya dapat dicicil dengan digunakan bunga yang telah ditetapkan.

2. Charge Card
Yaitu kartu plastic atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa yang pembayaran dan pelunasannya harus dilakukan oleh pembeli secara sekaligus pada jangka waktu tertentu kartu digunakan. Pembayaran dilakuka pada akhir bulan yang sama dengan tanggal transaksi atau pada bulan berikutnya disertai dengan biaya tambahan.

3. Debit Card
Yaitu kartu plastic atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan cara mendebit atau mengurangi saldo rekening simpanan pemilik kartu serta pada saat yang sama mengkredit saldo rekening penjual sebesar ilai transaksi barang dan jasa. Pada debit card, pemegang kartu harus memiliki rekening pada bank. Transaksi hanya dapat dilakukan apabila pemegang kartu memiliki saldo yang mencukupi pada rekeningnya untuk menutupi biaya transaksi.

4. ATM Card/ Cash Card
Merupakan kartu kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat penarikan uang tunai secara manual melaui teller bank atau melalui ATM. Tetapi pembayarannya tidak dapat dilakukan di bank lain. Cash card tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran dalam melakukan transaksi jual beli barang atau jasa sebagaimana dengan credit card, charge card atau deit card. Di samping untuk penarikan uang tunai, cash card dengan melaui ATM dapat berfungsi untuk mengetahui informasi saldo rekening.

5. Smart Card
Smart card merupakan kartu yang berfungsi sebagai rekening terpadu. Kartu ini dapat dihubungkan dengan rekening pribadi dan dapat menyimpan dan dapat memperbarui data dalam microchip sehingga pemegang kartu dapat mengetahui keadaan semua rekeningnya.

6. Private label card
Merupakan kartu yang bukan diterbitkan oleh bank, melainkan oleh suatu badan usaha seperti supermarket, hotel dan lainnya. Pemakaian kartu ini hanya terbatas pada perusahaan yang mengeluarkan kartu tersebut.

7. Check Guarantee
Merupakan kartu yang digunakan sebagai jaminan dalam penarikan cek dan dapat pula digunakan dalam menarik uang tunai. Kartu jenis ini sangat popular di Eropa terutama Inggris. Di samping itu, kartu ini dapat juga digunakan dalam penarikan uang melalui ATM.


Perbedaan Charge card, Credit card, dan Debit Card


a. Charge Card


1. Biasanya tidak memiliki ketentuan limit penggunaan dalam bertransaksi
2. Pembayaran penuh atas semua tagihan sebelum tagihan berikutnya sehingga bila pembayaran tidak dilakukan secara penuh dari tagihan, akan dikenakan denda keterlambatan sebesar presentase tertentu.
3. Tidak dibebankan bunga atas setiap pembayaran tagihan

b. Credit card

1. Biasanya limit kredit diberika kepada setiap pemegang kartu tergantung jeni kartu (Gold, regular, classic)
2. Pembayaran minimum 10% dari total semua tagihan dan dibayarkan selambatnya pada tanggal jatuh tempo penagihan yang ditentukan setiap bulan.
3. Tingkat bunga dibebankan atas saldo kredit, besarnya tidak sama antar setiap penerbit.
4. Keterlambatan pembayaran (setelah tanggal jatuh tempo) biasanya dikenakan denda keterlambatan sebesar presentase tertentu dari pembayaran minimum atau sejumlah tertentu tanpa dikaitkan dengan jumlah pembayaran minimum.


c. Debit Card


1. Pemegang kartu harus memiliki rekening pada bank
2. Transaksi hanya dapat dilakukan apaila pemegang kartu memilki saldo yang mencukupi pada rekening untuk biaya transaksinya.
3. Pembayaran dilakukan dengan mendebet langsung atas saldo rekening pemegan kartu dan mengkredit rekening piihak pedagang.


Hukuk Syariat tentang Kartu Kredit


1. Persyaratan berbau Riba

Transaksi untuk mengeluarkan katu tersebut pada umumnya mengandung beberapa komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-bunga riba atau denda-denda financial bila terlambat menutupi hutangnya. Pandangan ulama fiqh kontemporer mengenai hal ini:

a. Kubu yang membolehkan. Mereka menganggap bahwa transaksi itu sah namun akadnya batal. Yakni apabila pihak nasabah yakin bahwa ia akan mampu untuk menjaga diri untuk tidak telat dalam membayar tagiha tersebut. Karena syarat rusak ini pada dasarnya menurut syariat sudah batal dengan sendirinya (riba).
Dengan qiyas pada pembayaran listrik, telpon dan sebgainya yang mensyaratkan denda jika ada keterlambatan pembayaran. Namun ternyata tidak seorangpun ulama yang mengharamkan berlangganan fasilitas-fasilitas tesebut, padahal syarat-syarat tersebut ada di dalamnya.

b. Kubu yang melarang. Mereka menganggap bahwa transaksi tersebut batal. Demikian pendapat tegas dari kalangan Malikiyya dan Syafi’iyyah. Mereka membantah qiyas dengan transaksi pemakaian listrik dan telepon karena fasilitas ini amatlah dibutuhkan dan demi kemaslahatan hidup manusia. Sementara kartu kredit memilik bobot vitalitas yang lebih rendah dari itu. Karena kartu kredit bukan kebutuhan pokok.

2. Prosentase yang dipotong olejh pihak bank yang mengeluarkan kartu ari pengusaha.

Ahli fiqh kontemporer berbeda pendapat,
a. Sebagian ada yang mendudukkan prosentse tersebut sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan pembayaran dari nasabah.
b. Sebagian ada yang mendudukkan prosentse tersebut sebagai upah dari jasa yang diberikan oleh pihak bank pada pedagang.
c. Sebagian menganggapnya sebagai kompensasi perdamaian bersama pihak yang memberi hutang dengan jumlah yang lebih sedikit dari yang dibayar.
d. Sebagian ada juga yang berpandangan bahwa pengambilan prosentase itu tidak mengandung syubhat sebagai riba secara mendasar.

Apapun pendudukan masalah yang dipilih disini, pengkajian fiqh kontemporer tetap berkesimpulan bahwa pengambilan prosetase ini tetap dibolehkan dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa yang diberikan kepada pihak pedagan.

3. Denda Keterlambatan dan bunga riba
Pihak yang mengeluarkan kartu ini menetapkan beberapa denda financial karena keterlambatan penutupan hutang, penindaan atau karena tersendatnya pemayaran dana yang ditarik melalui kartu. Denda semacam itu termasuk riba nasi’ah yang kelarangannya langsung ditentukan melalui turunnya ayat Al-Quran



KARTU KREDIT SYARIAH

''Kartu kredit syariah itu muncul karena perbankan syariah ingin compete (bersaing) dengan konvensional. Jadi, itu sangat dibutuhkan,'' menurut salah seorang mantan bankir syariah. Menurutnya, kartu kredit dibutuhkan untuk pengembangan bisnis perbankan. Hal tersebut diperlukan bagi sejumlah bank syariah atau divisi syariah bank konvensional yang bergerak di sektor perbankan komersial (Commercial banking). Di antaranya adalah Bank Danamon Syariah dan Bank Permata Syariah. Menurutnya dengan adanya kartu kredit syariah, maka kedua divisi syariah tersebut memiliki potensi untuk meningkatkan jumlah nasabah pembiayaannya. Selain itu, dana pembiayaan yang disalurkan juga akan meningkat secara otomatis. ''Jadi, saya kira bank-bank seperti Danamon Syariah dan Permata Syariah lebih menyenangi hal itu,'' katanya.
Bagaimana Pendapat anda ?

KARTU kredit sudah menjadi gaya hidup tersendiri yang berhasil mengubah perilaku masyarakat. Bagaimana kartu kredit syariah? Apa mungkin? Tren ke depan, kartu kredit bakal menjadi mata uang tersendiri. Esensinya praktis, aman, dan fleksibel. Meskipun, masih memicu kontroversi, karena sering menjerat si pemakai menjadi 'besar pasak daripada tiang'. Di tengah kontroversial itu muncul wacana penerbitan kartu kredit syariah yang juga disikapi beragam oleh pihak-pihak terkait. Pihak perbankan syariah, misalnya, ada yang menyatakan mendukung, ada pula yang sebaliknya.

1. Salah satu bank syariah yang menyatakan kurang setuju dengan wacana penerbitan produk uang plastik tersebut. Salah satu direkturnya mengungkapkan, kartu kredit sebagai alat transaksi mampu memberikan berbagai kemudahan, namun berpotensi menimbulkan sikap konsumtif, terutama bila tidak digunakan hati-hati. ''Bila dilihat mudarat dan manfaatnya, kartu kredit syariah sebaiknya dihindari. Kemudahan transaksi akan lebih baik dengan kartu ATM dan kartu debit yang didasarkan pada cadangan dana mereka sendiri. Sedangkan kebutuhan lain, bila bersisi produktif dan meningkatkan kemakmuran, dapat diperoleh dengan mengajukan pembiayaan syariah,'' kata-nya.

2. Sebaliknya, sikap berbeda diungkapkan Bank Syariah lainnya dan cabang syariah lainnya. Didasari oleh besarnya pangsa pasar kartu kredit dan kenyataan bahwa kartu kredit memang dibutuhkan masyarakat, kedua bank tersebut menyatakan dukungan terhadap produk kartu kredit syariah. Kepala Divisi Pengembangan Produk Bank Syariah tersebut menyatakan berdasar data yang dimiliki, dari populasi Indonesia yang kini mencapai sekitar 220 juta jiwa, 87%-nya adalah umat Islam. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 60 juta jiwa yang memiliki rekening pada bank dan ada sekitar 25 juta jiwa yang memiliki kartu (ATM, kartu kredit, dan kartu debit). ''Pengguna jasa kartu kredit ada sekitar 5 juta jiwa, seluruhnya menggunakan sistem bunga. Sedangkan konsumen potensial untuk memiliki kartu kredit diperkirakan berjumlah 20 juta jiwa,'' ujarnya.



Fatwa DSN tentang kartu kredit syariah
(DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang Syariah Card (Bithaqah I’timan/Credit Card)

Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.

2. Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah pihak penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-bithaqah) dan penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah).

3. Membership Fee (rusum al-’udhwiyah) adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu, sebagai imbalan izin menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan.

4. Merchant Fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn);

5. Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).

6. Ta’widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

7. Denda keterlambatan (late charge) adalah denda akibat keterlambatan pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

Penggunaan kartu kredit syariah dibolehkan (baca: halal) asal memenuhi berbagai ketentuan yang ditetapkan. Jika menyalahi ketentuan tersebut, tentu saja hukumnya akan menjadi tidak boleh (baca: haram).

Kedua : Hukum

Syariah Card dibolehkan, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa ini.

Ketiga : Ketentuan Akad
Akad yang digunakan dalam Syariah Card adalah:

1. Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian Kafalah, penerbit kartu dapat menerima fee (ujrah kafalah).

2. Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.

3. Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas Ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan membership fee.


Keempat : Ketentuan tentang Batasan (Dhawabith wa Hudud) Syariah Card
1. Tidak menimbulkan riba.
2. Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
3. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.
4. Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya.
5. Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah


Kelima : Ketentuan Fee


1. Iuran keanggotaan (membership fee)
Penerbit Kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-’udhwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang Kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.

2. Merchant fee
Penerbit Kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn).

3. Fee penarikan uang tunai
Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.

4. Fee Kafalah
Penerbit kartu boleh menerima fee dari Pemegang Kartu atas pemberian Kafalah.

5. Semua bentuk fee tersebut di atas (a s-d d) harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.


Keenam : Ketentuan Ta’widh dan Denda

1. Ta’widh
Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.

2. Denda keterlambatan (late charge)
Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.


Ketujuh : Ketentuan Penutup

1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.


LANDASAN HUKUM SYARIAH CARD (Al-Quran dan Sunnah)

Para ulama membolehkan sistem dan praktek kafalah dalam muamalah berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’.
Allah berfirman:
“Dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf:72).

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “za’im” dalam ayat tersebut adalah “kafil”. Sabda Nabi saw.: “az-Za’im Gharim” artinya; orang yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban). Ulama sepakat (ijma’) tentang bolehnya praktek kafalah karena lazim dibutuhkan dalam muamalah. (Lihat, Subulus Salam, III/62, Al-Mabsuth, XIX/160, Al-Mughni, IV/534, Mughnil Muhtaj, II/98).

Secara prinsip, kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Di samping itu, ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu.(Lihat, DR. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, vol. V/130-161)

Kaidah Fiqh yang menjadi dasar fatwa antara lain:

a. “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

b. “Kesulitan dapat menarik kemudahan.”

c. “Keperluan dapat menduduki posisi darurat.”

d. “Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku berdasarkan syara’ (selama tidak bertentangan dengan syariat).”

e. “Menghindarkan kerusakan (kerugian) harus didahulukan (diprioritaskan) atas mendatangkan kemaslahatan.”

Saat ini, perkembangan kartu kredit syariah atau shariah card yang sudah dikenalkan di Indonesia dengan mengikuti fatwa DSN-MUI antara lain adalah Dirham Card yang diterbitkan oleh Bank Danamon Syariah dan Hasanah Card yang diterbitkan oleh Bank BNI Syariah.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, DR. Wahbah az-Zuhaili

Bank and Financial Institution Management, conventional and sharia system. Prof Dr H Veithzal Rivai, MBA, Andria Permata Veithzal B. Acct MBA, Ferry N Idroes, SE MM

Fikih ekonomi Keuangan Islam, Prof Dr. Shalah ash-Shawi & Prof. Dr. Andullah al-Mushlih

Aziz Budi Setiawan, SEI, MM, Materi Perkuliahan Lembaga Keuangan nonBank, STEI SEBI

http://ib.eramuslim.com/
Read More … Kajian Fiqh Keuangan Kontemporer : Aspek Hukum dan Tinjauan Syariah tentang Kartu Plastik (Debit, Credit, Charge, and Cash Card)

Friday, December 2, 2011

9 Pertanyaan Penting Tentang Keuangan Sebelum Menikah

Sebelum menikah, tak sedikit orang yang terbuai dengan mimpi manis tentang kisah cinta yang berakhir bahagia selamanya. Namun pernahkah Anda membayangkan bahwa pernikahan bisa berakhir hanya karena masalah keuangan?

Survei yang dilakukan oleh American Psychological Association membuktikan, belakangan ini semakin banyak pasangan yang bercerai karena masalah keuangan. Survei ini juga mengungkapkan bahwa uang merupakan salah satu masalah terbesar yang memicu timbulnya stres dalam kehidupan rumah tangga.

Keuangan yang sehat adalah
pondasi kuat untuk membangun sebuah kehidupan rumah tangga. Sebelum akhirnya Anda memutuskan untuk menikah, cobalah jawab pertanyaan berikut agar masalah keuangan tidak menjadi bumerang dalam rumah tangga Anda kelak.




1. Berapakah Skor Kredit Anda?
Skor kredit adalah sebuah angka yang menunjukkan kemampuan keuangan seseorang. Misalnya kemampuan bulanan untuk mencicil rumah ataupun tagihan-tagihan rutin. Banyak wanita dengan skor kredit bagus, menikahi pria dengan skor kredit buruk. Pada akhirnya hal ini akan memicu timbulnya masalah dalam rumah tangga.

Carmen Wong Ulrich, seorang perencana keuangan dan penulis buku 'The Real Living Cost' menyarankan untuk menanyakan hal ini terlebih dulu kepada pasangan sebelum menikah. Tanyakan juga alasan kenapa skor kreditnya buruk, apakah karena dia terlalu boros atau posisi di kantor kurang mendukung.

2. Apakah Anda Mempunyai Utang?
Pertanyaan ini sangat penting untuk diajukan. Apakah orang yang akan Anda nikahi mempunyai utang? Jika punya, utang sepeti apa itu? Apakah utang kartu kredit atau utang lain? Selain itu, tanyakan juga, apakah nantinya setelah menikah Anda harus ikut menanggung utang ini? Pastikan hal-hal seperti ini tidak akan menjadi masalah bagi Anda berdua dalam kehidupan mendatang.

3. Aset Apa yang Dimiliki?
Banyak orang yang tidak tahu berapa asetnya dan dalam bentuk apa saja. Apakah berupa rumah, tanah, emas, saham, obligasi atau reksadana. Anda perlu memastikan semua itu sebelum menikah, karena hal ini adalah sebuah gambaran untuk membangun masa depan bersama.

4. Apakah Anda Seorang yang Boros atau Hemat?
Ada baiknya didiskusikan dengan pasangan agar lebih tahu mengenai karakteristik belanja masing-masing. Apakah anda pasangan yang sama-sama suka menabung? Atau pasangan yang sama-sama boros? Atau kombinasi suka menabung dan boros? Tentu saja hal ini punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

5. Apa yang Anda Inginkan 5-10 Tahun ke Depan?
Diskusikan kehidupan seperti apa yang Anda berdua inginkan, baik itu menyangkut penghasilan bersama dan tujuan bersama. Berapa rumah atau mobil yang ingin Anda berdua miliki? Berapa kali liburan yang akan Anda berdua lakukan selama setahun? Disini Anda perlu membuat penyesuaian keuangan bersama sehingga pada akhirnya bisa mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan di awal.

6. Berapa Anak yang Anda Inginkan?
Memiliki anak tentu impian semua pasangan, namun diskusi ini bukan tentang seperti apa anak Anda kelak. Biaya mengurus anak semakin hari semakin mahal, jadi sebelum menikah bicarakan terlebih dulu jumlah anak yang Anda berdua inginkan, biaya untuk merawat anak tersebut, apakah ada salah satu di antara Anda yang berhenti bekerja untuk mengurus anak, dan semua hal yang berhubungan dengan itu. Ini akan menjadi pembicaraan yang cukup sulit mengingat hal ini belum terjadi, tapi sebaiknya Anda harus mempunyai persiapan yang matang untuk membangun sebuah keluarga.

7. Bagaimana Anda Akan Berbagi Tanggung Jawab?
Tanggung jawab keuangan dalam sebuah rumah tangga adalah tentang penghasilan, pengeluaran rutin, dan tabungan. Bicarakan mengenai pembagian tanggung jawab, siapakah yang akan mengatur pemasukan dan pengeluaran? Berapa yang akan ditabung? Dan siapakah yang akan membuat anggaran untuk semua itu? Hal ini perlu didiskusikan karena Anda berdua perlu tahu kelemahan dan kelebihan masing-masing dalam mengatur uang.

8. Bagaimana Anda Akan Membicarakan Masalah Keuangan Kelak?
Ketika Anda sudah memiliki rencana keuangan yang matang, diskusikanlah bagaimana cara mengajak pasangan berbicara apabila terjadi masalah keuangan kelak. Banyak pertengkaran terjadi karena salah memilih waktu bicara. Jadi sebelum ini menimpa Anda, bicarakan terlebih dulu tentang bagaimana Anda berdua akan menghadapi masalah seperti itu di masa mendatang.

9. Haruskan Anda Membuat Perjanjian Pranikah?
Membuat perjanjian pranikah bukan lagi hal yang tabu. Dalam beberapa kasus, perjanjian ini penting dibuat terutama ketika penghasilan Anda lebih tinggi dari pasangan, atau pasangan Anda memiliki cukup banyak utang. Jangan membayangkan perjanjian pranikah sebagai hal yang akan membawa Anda ke sebuah perceraian. Justru dengan adanya perjanjian ini penyelesaian masalah-masalah keuangan dalam rumah tangga bisa lebih jernih.

Dari uraian di atas, saya bukan bermaksud untuk mengecilkan Anda yag berniat menikah namun belum memiliki perencanaan finansial yang matang. Ini hanyalah sebuah pertanyaan realistis agar Anda tidak terjebak pada masalah keuangan pada saat setelah menikah. Karena keputusan menikah adalah janji Anda untuk saling bertanggung jawab atas satu sama lain.

Terlepas dari itu semua,
menikah adalah penyempurnaan setengah agama. Insya Allah jika niat karena Allah, Maka Dia pun akan membantu Anda. Pesan terakhir dari saya, usahakan bagi pasangan suami isteri yang sedang memiliki masalah finansial, sebaiknya didiskusikan dan segera mencari solusi sesuai kesepakatan bersama. Agar tidak menjadi permasalahan yang baru di masa depan.


Read More … 9 Pertanyaan Penting Tentang Keuangan Sebelum Menikah