Monday, October 31, 2011

Zakat untuk Indonesia yang Lebih Baik

Saat ini Indonesia memang tengah dilanda berbagai masalah pelik dan kompleks. Berbagai kasus korupsi bertebaran di mana-mana, kemiskinan yang merajalela hingga masayarakatpun tidak bisa mengakses kebutuhan pokoknya akan kesehatan dan pendidikan, kemudian pengangguran yang seakan tak ada habisnya, penurunan kualitas moral masyarakat, dan kriminalitas yang mengakibatkan depresiasi masayarakat terhadap nilai keamanan di negeri ini.

Jika kita harus menyebutkan semua masalahnya satu persatu, mungkin masih akan sangat banyak lagi yang tidak cukup disebutkan disini. Walaupun begitu, kita tidak boleh pesimis dalam mengatasi itu semua. Kita bisa bangkit dengan kekuatan kita sendiri tanpa bantuan dari Negara lain, melalui tangan kita, untuk kemajuan kita bersama. Salah satunya yaitu memanfaatkan potensi yang kita miliki.

Apabila saya amati dan telusuri, akar permasalahan dari semua ini adalah masalah ekonomi. Walaupun masalahnya juga mencakup seluruh aspek sosial, politik, dan budaya. Tanpa maksud mengesampingkan aspek-aspek tersebut, saya melihat ada yang menonjol dari masalah ekonomi. Kita tahu bahwa kemiskinan merupakan keterbatasan ekonomi, kurangnya pemenuhan kebutuhan terhadap pendidikan dan kesehatan yang terjadi di kalangan masayarakat menengah ke bawah juga disebabkan masalah ekonomi. Kriminalitas yang terjadi mayoritas diakibatkan oleh desakan kebutuhan ekonomi. Masalah pengangguran juga akan menaikkan tingkat kriminalitas karena tidak adanya pemasukan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok sekalipun. Juga masalah korupsi yang jelas-jelas sangat merusak sistem perekonomian negeri ini.

Karena alasan-alasan tersebut, maka saya menyimpulkan bahwa yang harus kita benahi terlebih dahulu adalah bidang ekonomi. Karena apabila masyarakat telah berada pada tingkat ekonomi yang baik (minimal semua kebutuhan dasarnya terpenuhi), maka hal itu juga akan berefek positif pada aspek lainnya. Melalui pemberdayaan ekonomi rakyat, diharapkan bisa berimplikasi terhadap perbaikan aspek hukum, sosial, politik dan budaya.

Potensi Zakat dan Permasalahannya di Indonesia

Jika kita kilas balik ke masa-masa keemasan para pemimpin terdahulu yang sukses membawa rakyatnya pada tingkat kesejahteraan yang tinggi, maka akan ada sederet nama besar yang tidak asing lagi di telinga kita, salah satunya adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau adalah Khalifah (pemimpin) Dinasti Bani Umayah, pada tahun 98 H pada usia 37 tahun. Beliau hanya memerintah kurang lebih tiga puluh bulan saja sampai wafat. Tetapi dalam kurun waktu yang singkat tersebut, beliau mampu mengentaskan kemiskinan di daerah pemerintahannya, tidak ada rakyat yang miskin dan meminta-minta lagi. Beliau mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, baik yang muslim atau nonmuslim.

Salah satu kebijakan yang diambil oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah mengembalikan zakat sebagai sumber utama pendapatan negara, memberantas korupsi dan nepotisme, dan gerakan penghematan dan efisiensi. Dari semua itu, ada satu hal menarik yang saya garisbawahi disini, yaitu kebijakan pengelolaan keuangan publik yang dijalankan terkait dengan zakat.

Zakat termasuk dalam Rukun Islam yang wajib ditunaikan bagi seluruh Muslim. Kewajiban zakat sudah termaktub dalam Al-Qur’an, surat At-Taubah, ayat 103. Namun zakat bukan sekedar ibadah biasa bagi umat muslim yang berimplikasi positif pada individu yang menunaikannya saja. Tetapi lebih dari itu. Zakat adalah ibadah sosio-economy yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan baik dari sisi doktrin Islam maupun dari sisi pembangunan ekonomi umat. Selain berefek pada aspek sosial yang berperan dalam mengecilkan kesenjangan, zakat juga memiliki potensi yang besar dalam pembangunan dan pemerataan ekonomi ummat.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan ADB (Asian Development Bank) dan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) menyatakan, potensi pengumpulan dana zakat Indonesia dapat mencapai Rp 217 Triliun. Tentu jika dana sebesar itu terkumpul, zakat akan sangat berpotensi sebagai sebuah sarana untuk membangun kesejahteraan ekonomi rakyat. Namun yang tercatat, terhimpun di Asosiasi Lembaga Zakat di Indonesia yaitu Forum Zakat Nasional baru sekitar 1,5 triliun rupiah. Potensi yang sangat besar, namun yang terkumpul baru sebagian kecilnya.

Sementara ditinjau dari pendistribusian dana zakat di Indonesia, ada beberapa hal yang menurut saya perlu dibenahi agar manfaat zakat bisa tersampaikan secara efektif. Pertama, belum maksimalnya loyalitas dari masyarakat kaya terhadap Badan Amil Zakat ataupun Lembaga Amil Zakat yang sudah diresmikan untuk menghimpun dan mengelola dana zakat. Mereka masih kurang percaya dan khawatir dana zakatnya tidak tersampaikan kepada yang berhak. Akibatnya, masyarakat yang kaya lebih memilih menyalurkan zakat mereka secara individu dengan cara membagi-bagikan uang atau paket sembako kepada rakyat miskin. Cara seperti ini memang tidak dilarang, tetapi akan menjadi sangat tidak efektif. Bisa kita tengok banyak pengalaman pembagian zakat yang seperti itu menjadi ricuh karena warga miskin yang datang jauh lebih banyak daripada jumlah paket yang akan dibagikan, dengan antrian yang tidak teratur, dan kemudian menimbulkan korban. Maksud baik muzakki tidak tersampaikan karena kesalahan metodologi. Akhirnya peristiwa tersebut akan terlihat seperti kejadian kontradiktif antara “parade kemiskinan” dan “pameran kebajikan”.

Kedua, kebanyakan orang membayar zakat hanya pada bulan Ramadhan, sementara sebelas bulan lainnya mereka tidak mengeluarkan zakat. Padahal selain zakat fitrah yang wajib dikeluarkan pada bulan Ramadhan, masih ada zakat maal yang wajib dikeluarkan di bulan lainnya, seperti zakat profesi, zakat tabungan, zakat perniagaan, pertanian, dan peternakan. Jika pembayaran zakat hanya terpusat pada bulan Ramadhan, maka hal tersebut sama saja membiarkan orang miskin bersenang-senang di satu bulan dan sengsara di bulan lainnya. Karena kurangnya pemahaman dan edukasi masyarakat, maka hal inilah yang menyebabkan penghimpunan zakat masih sangat jauh dari potensinya. Bagaimana bisa terkumpul ratusan trilliun rupiah kalau masyarakat hanya membayar zakat fitrah setahun sekali?

Selanjutnya, jika poin kedua tidak cepat ditangani dengan baik, maka akan berdampak secara signifikan pada pola pikir masyarakat, bahwa dana zakat harus cepat-cepat disampaikan sebelum hari raya Idul Fitri tiba. Memang benar bahwa zakat harus segera didistribusikan sebelum hari raya agar tidak ada seorang pun mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat) yang kelaparan di hari raya dan semua bisa ikut bersuka cita menyambutnya. Tapi itu hanya belaku bagi zakat fitrah saja. Karena tujuan distribusi zakat fitrah memang untuk konsumsi. Tetapi tidak sama dengan zakat maal yang pendistribusiannya bersifat produktif.

Sementara dari regulasi pemerintah yang mengantur tentang zakat, bisa kita lihat bahwa Indonesia telah memilki Undang-Undangnya, yaitu No 38 tahun 1999. Namun tetap saja keberadaan undang-undang tersebut tidak bersifat wajib bagi muzakki/donatur. Bahkan kesannya undang-undang ini hanya sebuah peraturan bagi lembaga-lembaga amil zakat saja. Berbeda sekali dengan pajak yang sangat digalakkan oleh pemerintah serta memiliki otorisasi yang kuat dan dan bersifat memaksa seluruh rakyat Indonesia agar membayar pajak.

Dari beberapa permasalahan di atas, perlu diambil tindakan cepat dan tepat agar masalah ini tidak berlarut dan semakiin besar. Pertama, adalah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat. Hal ini bisa dilakukan dengan banyak cara, seperti sosialisasi yang gencar terhadap masyarakat, juga bisa dari segi otoritas pemerintah itu sendiri. Pemerintah harus tegas mengambil sikap dalam meregulasi zakat. Bahwa zakat adalah instrumen selain pajak yang wajib dikeluarkan oleh rakyat yang beragama Islam. Hal ini akan tentu akan memaksimalkan potensi zakat yang kita miliki dan semakin banyak yang bisa kita lakukan dengan dana tersebut.

Selanjutnya, selain pentingnya kesadaran masyarakat dalam mengeluarkan zakat, perlu juga sosialisasi agar masyarakat menyalurkan zakat mereka melaui Badan Amil Zakat Nasioal atau Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah diresmikan oleh Presiden dan Kementrian agama untuk mengelola dana zakat secara professional. Dengan begitu, maka dana zakat akan tersalurkan dengan baik dan sampai pada yang berhak menerima.

Pendistribusian Dana Zakat dan Implikasinya Terhadap Perekonomian dan Aspek Lain



Seperti yang telah kita ketahui bahwa pola penyaluran zakat ada dua jenis, yaitu secara konsumtif dan produktif. Zakat konsumtif adalah dana zakat yang disalurkan untuk kebutuhan konsumtif seperti memenuhi kebutuhan pokok bagi kaum fakir miskin atau juga disalurkan untuk korban yang terkena musibah bencana alam. Sementara zakat produktif adalah dana yang diberikan kepada mustahiq zakat untuk tujuan yang bersifat produktif, yaitu untuk modal kerja dan usaha. Hal ini bertujuan agar mengangkat status ekonomi mustahiq.

Tidak ada dikotomi antara zakat konsumtif dan produktif. Semuanya harus berjalan beriringan secara seimbang. Mari kita lihat efektivitas penyaluran dana zakat dan implikasinya pada perekonomian dan aspek lainnya jika dilihat dari kedua metode penyaluran zakat tersebut. Pertama, zakat konsumtif. Penyaluran ini akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari para mustahiq. Hal ini akan membuat perekonomian akan berjalan pada tingkat minimal yaitu pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer. Jika dikaji lebih jauh, instrument zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis karena konsumsi kebutuhan dasar rakyat miskin ditanggung oleh Negara melalui dana zakat tersebut.

Jika zakat disalurkan secara produktif, maka dana zakat digunakan untuk pemberian modal bagi para mustahiq memulai usaha dan mengembangkan usaha secara produktif. Dengan zakat produktif ini, maka akan lebih cepat mengurangi kemiskinan dan peningkatan pada sisi sektor riil secara signifikan. Mengapa demikian? Pada dasarnya zakat itu bersifat memberdayakan. Misi utama zakat adalah pemberdayaan bagi mustahiq agar naik ke tingkat muktafi (golongan yang berkecukupan, tidak berhak menerima zakat dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat), dan kemudian berubah status menjadi muzakki. Hal ini akan menimbulkan kemandirian ekonomi pada mustahiq karena tidak perlu bergantung lagi pada dana zakat dalam pemenuhan kebutuhannya.

Zakat juga akan meningkatkan investasi, karena para muzakki akan termotivasi untuk memutar harta mereka pada sektor riil daripada menimbun atau sekedar menyimpan harta mereka di bank. Karena jika harta mereka disimpan saja sebagai tabungan, status harta mereka menjadi harta yang menganggur, dan harta itu wajib dikeluarkan zakatnya. Maka dari itu, investasi menjadi jalan keluar bagi para muzakki.
Selain dari sisi ekonomi, zakat produktif juga berimplikasi pada aspek sosial. Jika para mustahiq mendapatkan modal kerja, maka akan mendorong munculnya usaha-usaha kecil yang akan menguatkan sektor riil. Hal ini juga akan mengurangi tingkat pengangguran karena setiap usaha yang berdiri merupakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan berkurangnya tingkat pengangguran, maka akan berbanding lurus juga dengan menurunnya tingkat kriminalitas di masyarakat, karena masyarakat telah memiliki penghasilan yang cukup, minimal untuk memenuhi kebutuhan primernya.

Zakat juga dapat digunakan untuk optimalisasi pada sektor pendidikan. Alokasi dana zakat untuk sektor pendidikan dapat digunakan untuk membangun sekolah gratis bagi anak dari keluarga kurang mampu serta anak yatim dan anak jalanan, tunjangan buku dan seragam bagi peserta didik, biaya gaji guru yang memadai, membangun sarana pendidikan lainnya seperti perpustakaan umum. Hal ini akan mendorong terlaksananya wajib belajar bagi seluruh anak Indonesia. Karena sering sekali terjadi kasus anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah hanya karena tidak sanggup lagi membayar SPP walaupun itu adalah sekolah milik pemerintah. Bahkan tak sedikit pula kasus anak yang dipekerjakan oleh orangtua mereka demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal mereka masih di bawah umur dan berhak atas pendidikan.

Kebutuhan primer akan kesehatan juga dapat ditunjang oleh dana zakat. Banyak kejadian yang membuat cukup membuat kita prihatin, ketika masyarakat tidak dapat mengakses kesehatan karena keterbatasan biaya. Walaupun sudah ada program jaminan kesehatan bagi orang miskin, yang bahkan seringkali memiliki prosedur dan alur birokrasi yang rumit. Tidak sedikit juga para bayi yang kekurangan gizi dan hanya dirawat seadanya di rumah orangua mereka karena memang ketiadaan biaya untuk mengobati mereka. Bahkan sampai ada ungkapan bahwa orang miskin di negeri ini dilarang sakit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan sarana-sarana kesehatan yang memadai yang disediakan untuk masyarakat miskin. Dengan dana zakat, dapat dibangun rumah sakit gratis, penyuluhan dan program peningkatan gizi anak, penanganan penyakit berat yang perlu dioperasi, pemeriksaan kehamilan dan persalinan gratis, serta pelayanan kesehatan lainnya secara cuma-cuma.

Kembali saya tegaskan, bahwa tidak ada dikotomi antara zakat konsumtif dan produktif. Dan tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk dari lainnya. Kedua sistem penyaluran tersebut mempunyai perannya masing-masing. Zakat tidak bisa seluruhnya disalurkan secara produktif atau konsumtif semua. Harus ada proporsi yang seimbang antara keduanya. Jika semuanya dioptimalkan secara efektif, maka dana zakat akan mampu menyejahterakan masyarakat terutama dari sisi ekonomi dan aspek lainnya.

Wallaahu a'lam bishshowab.

Daftar Pustaka
Sakti Ali, Analisis Teoritis Ekomomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern, Aqsa Publishing, 2007: Jakarta
http://www.baznas.go.id
http://agustiantocentre.com/
Read More … Zakat untuk Indonesia yang Lebih Baik

Saturday, October 22, 2011

Enterpreneurship, Menjadi Wirausahawan Handal


Pendahuluan

Menurut kamus Bahasa Indonesia, wiraswasta berarti “jenis usaha berdikari atas dasar percaya pada diri sendiri (tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain)”. Sedangkan wirausaha berarti, “usaha yang digerakkan oleh semangat keberanian dan kejujuran”.

Dari definisi diatas jelaslah bahwa keduanya memang berbeda. Akan tetapi dalam pemaknaan sehari-hari tentu saja agak sulit untuk membedakan secara hitam dan putih. Selama ini pelaku usaha konvensional yang sering disebut wiraswasta atau pengusaha biasa, di dalam operasinya melakukan berbagai tindakan yang seringkali tidak mengindahkan keberlanjutan, kelestarian lingkungan, kejujuran, dan persaingan sehat berbasis kreativitas apalagi keadilan. Mereka lebih banyak mencari keuntungan dengan menghalalkan berbagai cara dan menindas yang lemah, walaupun pada akhirnya mereka akan sampai pada suatu titik di mana keuntungan materi berupa uang dan barang berharga tidak mampu memenuhi batinnya.

Sehingga sangat wajar jika pelaku usaha (apalagi usaha kecil menengah) lebih suka disebut wirausaha daripada wiraswasta. Tentu saja bagi yang mengetahui definisi diatas, dan mungkin saja karena pengaruh tren yang sedang berkembang. Akan tetapi yang lebih penting bagi kita semua adalah mengembangkan segala bentuk usaha kecil dan menengah di negeri ini untuk membangkitkan perekonomian nasional yang memang sedang terpuruk ini. Tetapi ingatlah satu hal, apa pun nama, istilah, atau sebutannya, tetapi semangat keberanian, kejujuran dan kreativitas harus menjadi dasarnya. Dan tidak cukup hanya sekadar percaya pada diri sendiri.


DEFINISI KEWIRAUSAHAAN
:
1. Dapat mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas serta juga dapat melahirkan wirausaha sukse lainnya. (Ciputra,2008)

2. Seseorang yang mampu memulai dan menjalankan usaha. (Kamus Manajemen - LPPM)

3. Orang yang mampu melakukan koordinasi, organisasi, dan penawasan. (J.B. Say)

4. Orang yang mendobrak system ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi beru atau mengolah bahan baku baru. (Josep Schumpeter)

5. Suatu kegiatan yang dapaat memberikan nilai tambah terhadap produk atau jasa melalui transformasi kreatifitas, inovasi, dan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga produk atau jasa tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pengguna produk dan jasa. (Prof. Raymond Kao,1999)

6. Orang yang berani menangguna resiko atas bisnis yang ia tekuni. Orang tersebut juga melihat bahwa terdapat suatu peluang luar biasa dalam suatu bidang. (Zimmerer dan scarborough,2005)

7. Seseorang yang mengorganisir, memenej, dan menanggung resiko sebuah bisnis atau usaha. (Kamus Merriam-Webster)

8. Perilaku berpikir strategis dan pengambilan resiko yang dilakukan untuk penciptaan peluang baru yang dilakukan oleh individu maupun organisasi.

9. Seseorang yang memiliki kecakapan tinggi dalam melakukan perubahan, memiliki karakteristik yang hanya ditemukan sangat sedikit dalam sebuah populasi.

10. Kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai dan prinsip sreta sikap, kuat, dan seni dan tindakan nyata yang sangat perlu, tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau kegiatan lain yang mengarah pada pelayanan terbaik kepada pelanggan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa dan Negara.


DEFINISI WIRASWASTA :


1. Kemampuan untuk menciptakan pekerjaan sendiri.

2. Keberanian, keutamaan, atau keperkasaan dalam berusaha dengan bersandar pada kekuatan sendiri.

3. Memindahkan sumber daya ekonomi dari kawasan produktivitas ke kawasan produktivitas tinggi dan hasil yang besar. (J.B. Say)

4. Orang yang berani memutuskan untuk berani bersikap, berpikir dan bertindak secara mandiri, mencari nafkah dan berkarir dengan jalan berusaha diatas kemampuan sendiri.


5. Seseorang yang berani dan layak menjadi teladan dalam bidang usaha dengan landasan berdiri diatas kaki sendiri.

6. Seseorang yang memiliki dorongan untuk menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan, disertai modal dan resiko, serta menerima bals jasa dan kepuasan serta kebebasan pribadi atas usahanya tersebut.


PERBEDAAN WIRAUSAHA DAN WIRASWASTA :
1. Biasanya kedua istilah tersebut digunakan dengan maksud sama. Tapi, jika disimak dari arti katanya ada sedikit perbedaan. Jika dilihat pada definisi wiraswasta diatas, jelas bahwa wiraswata merupakan suatu sikap mental yang berani berdiri diatas kekuatan sendiri. Sikap ini bisa digunakan bagi seorang karyawan yang bekerja ‘ikut orang’ atau bagi yang punya usaha sendiri. Sedangkan wirausaha merupakan suatu bentuk usaha sendiri. Artinya, orang yang berwirausaha pasti bekerja sendiri, bukan bekerja pada orang lain.
2. Didalam banyak literatur, antara istilah wiraswasta dan wirausaha sering berganti tempat alias artinya dianggap sama.
3. Sebagian ahli mambedakan kedua istilah tersebut, tetapi perbedaan itu dinilai tidaklah terlalu signifikan.
4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kedua istilah tersebut tidak dibedakan artinya/dianggap sama.

Menurut Taufik Baharudin. seorang konsultan manajemen dalam ruang lingkup Manajemen sumberdaya manusia dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, seorang wirausahawan adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan, mencari, dan memanfaatkan peluang dalam menuju apa yang diinginkan sesuai dengan yang diidealkan. Perbedaan seorang wiraswastawan dengan seorang wirausahawan adalah, wirausahawan cenderung bermain dengan resiko dan tantangan. Artinya, wirausahawan lebih bermain dengan cara memanfaatkan peluang-peluang tersebut.

Sedangkan wiraswastawan lebih cenderung kepada seseorang yang memanfaatkan modal yang dimilikinya untuk membuka suatu usaha tertentu. Seorang wirausahawan bisa jadi merupakan wiraswastawan, namun wiraswastawan belum tentu wirausaha. Wirausahawan mungkin adalah seorang manajer yang mengelola suatu perusahaan yang bukan miliknya. Namun wiraswastawan adalah seseorang yang memiliki sebuah usaha sendiri.


KENDALA DALAM BERWIRAUSAHA

Wirausaha dalam menjalankannya tentulah tidak mudah.Banyak kendala yang harus kita hadapi dalam menjalani kiat-kiat yang telah dijabarkan di atas.Kendala – kendala yang mungkin akan kita hadapi kemungkinan menjadi kegagalan dalam memilih peluang bisnis baru adalah kurangnya objektivitas karena mencari gagasan bagi produk atau jasa.

Kurangnya kedekatan dengan pasar yang akan kita masuki juga merupakn permasalahan.Apabila kita tidak mengetahui bagaimana medan yang akan kita masuki,bagaimana mungkin kita akan mulai berlaga.Selain hal tersebut,pemahaman kebutuhan teknis yang tidak memadai juga dapat menjadi kendala dalam mulai berwirausaha.

Pengabaian kebutuhan finansial adalah salah satu kendala yang mendasar. Terkadang kita tidak terlalu memilirkan secara mendalam dan mendetail kebutuhan finansial bagi pengembangan dan produksi.
Selain hal-hal yang telah dijabarkan di atas, kurangnya kreasi dan inofasi juga dapat menyebabkan kurangnya diferensiasi produk di pasaran.Hal ini tentunya tidak dapat menjamin, wirausaha mendapat keuntungan tertentu yang membedakan dari pesaing – pesaing lainnya


KIAT – KIAT BERWIRAUSAHA


Apabila kita membaca surat kabar mengenai lowongan kerja,ternyata banyak sekali penawaran kerja yang dipasang, Namun hal ini tidak seimbang dengan tenaga kerja pengangguran yang lebih banyak jumlahnya atau bagi yang sudah mendapatkan pekerjaan,ternyata taraf hidupnya masih kembang kempis.
Wirausaha merupakan salah satu alternatif dalam keluar dari permasalahan di atas. Namun,menjadi seorang wirausahawan tidaklah mudah.Ada kiat – kiat agar sukses dalam berwirausaha.

Salah satu kiat dalam berwirausaha adalah menjaga tujuan usaha atau perusahaan yang kita bangun agar selalu terlihat jelas. Salah satu kelemahan perusahaan yang masih kecil adalah mereka jarang mempunyai tujuan jelas yang akan mereka capai. Setiap usaha harus memiliki tujuan pasti.

Kiat kedua dalam berwirausaha adalah miliki gambaran yang jelas tentang transaksi keuangan. Seorang pengusaha harus mempunyai gambaran yang lengkap tentang usahanya/ perusahaannya. Banyak usaha kecil yang gagal karena tidak mempunyai pembukuan yang memadai, bahkan sering mengabaikan pencatatan kegiatan transaksi keuangannya.
Kiat ketiga adalah mengetahui titik impas. Seorang pengusaha harus tahu benar apakah ia memperoleh laba atau rugi. Cara terbaik untuk mengetahuinya ialah dengan menggunakan metode titik impas. Dengan mengetahui diagram ini kita bisa mengetahui tingkat operasi yang merugi dan jumlah transaksi yang bisa membuat kita meraih laba.
Kiat keempat adalah usahakan sebisa mungkin biaya material semurah-murahnya. Kemenangan dalam persaingan usaha tergantung satu faktor yaitu memproduksi dngan biaya yang murah dan bisa menjual dengan harga tinggi. Jadi memproduksi dengan biaya yang murah harus dimungkinkan dan diusahakan.

Kiat kelima adalah hilangkan segala sesuatu yang tidak diperlukan. Pengusaha yang mapan selalu menaruh perhatian kepada pengaturan mesin, material dan tenaga kerja yang efisien demi profit. Ada tiga aturan yang jitu untuk menghilangkan segala sesuatu yang anda tidak perlu yaitu satu, Jangan menyimpan sesuatu yang seharusnya anda tak perlukan. Kedua Jangan berkata sesuatu yang seharusnya anda tak perlu katakan dan Ketiga Janganlah menulis sesuatu yang seharusnya anda todak menuliskannya.

Kiat keenam adalah efisiensi tinggi dan Upah tinggi. Jika anda punya karyawan maka manfaatkanlah keahlian dan kelebihannya, agar mereka dapat bekerja baik dan bangga dengan pekerjaannya. Kepuasan dan rasa bangganya mendorong efisiensi yang lebih tinggi.

Kiat terakhir dan yang paling penting adalah perintis untuk selalu memperoleh laba yang lebih besar. Pengusaha yang cakap selalu mempunyai kekhususan, mereka tidak membuat barang dan jasa yang sama seperti yang telah ada dipasar, tapi bagaimana mencari cara lain untuk membuatnya sehingga kekhususannya itu bisa memberi laba yang lebih tinggi. Hindarilah masuk kedalam suatu jenis usaha yang sudah penuh sesak. Kecuali saudara bisa membuat kekhususan tersendiri sehingga menjadi yang menarik.


Bagaimana Mendanai Usaha?

Modal usaha dapat diperoleh daeri berbagai macam cara, yaitu
1. Dari dana yang dimiliki sendiri

2. Menggadaikan barang yang dimilik baik ke lembaga non formal dan lembaga formal.

3. Melakukan pinjaman kepada lembaga non formal

4. Modal dengan meggunakan kekuatan pemoasok

5. Modal dengan bergabung dengan pihak lain atau dikenal dengan mitra usaha

6. Mendapatkan modal dengan melakukan pinjaman ke perbankan

7. Mendapatkan dana dengan cara modern yang dikenal dengan pasar modal



Karakteristik seorang wirausahawan


Seorang entrepreneur memiliki kecenderungan sifat sebagai berikut;

• Percaya diri
Entrepreneur/wirausahawan memiliki kepribadian yang mantap, tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain, memiliki optimisme tinggi atas keputusan yang diambilnya.

• Berorientasi pada tugas dan hasil
Dalam bekerja selalu mendahulukan hasil kerja atau prestasi, tidak malu atau gengsi dalam melakukan pekerjaan. Memiliki tekad yang kuat dalam bekerja.

• Berani mengambil resiko
Wirausahawan tidak takut menjalani pekerjaan dengan resiko besar selama mereka telah memperhitungkannya akan berhasil mengatasi resiko itu. Mereka menyadari bahwa prestasi besar hanya mungkin dicapai jika mereka bersedia menerima resiko sebagai konsekuensi terwujudnya tujuan.

• Kepemimpinan yang baik
Seorang entrepreneur selalu dapat menyesuaikan diri dengan organisasi yang dipimpinnya, berpikiran terbuka dengan mau mendengar kritik dan saran dari bawahan, dan bersifat responsif terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

• Originalitas
Entrepreneur tidak mau mengekor pada keberhasilan orang lain tapi justru menemukan sesuatu yang baru, mereka kreatif dan inovatif dan mampu mewujudkan ide-ide yang muncul.

• Berorientasi ke masa depan (memiliki visi masa depan)
Entrepreneur selalu tahu bagaimana mengembangkan bidang usahanya di masa depan tentunya agar kontinuitasnya tetap terjaga.

• Memiliki Kreativitas
Seorang entrepreneur dituntut untuk kreatif, karena kreativitas inilah seorang entrepreneur dapat memberikan pilihan-pilihan baru yang belum sempat dipikirkan orang. Kreatif dari akronimnya sendiri dapat diartikan sebagai Keinginan untuk maju, Rasa ingin tahu yang kuat, Enthusiasm (antusiasme/semangat ) yang besar, Analisis yang sistematis, Terbuka untuk menerima saran dan pendapat orang lain, Inisiatif yang menonjol, berani mengambil keputusan dan langkah yang berbeda dari orang lain, dan Pikiran yang terkonsentrasikan pada satu pokok pemikiran.

• Keinginan untuk maju
Sebagai pembangkit motivasi untuk meraih kesempatan, dan membentuk pribadi yang tidak mudah menyerah.
• Rasa ingin tahu yang kuat
Mencari sumber informasi, dengan membaca, bertanya pada orang yang berpengetahuan dan berpengalaman dalam bidang profesi dan pengetahuan.
• Enthusiasm ( semangat )
Semangat dalam menjalankan pekerjaan merupakan pendorong motivasi untuk mencapai keberhasilan. Semangat harus tetap dijaga karena dengan menurunnya semangat akan berdampak turunnya target kerja yan telah ditetapkan.

• Analisis yang sistematis
Sebelum mengawali pekerjaan yang berorientasi hasil, diperlukan analisis yang sistematis agar segala sesuatu yang berhubungan dengan target dapat diprediksikan.

Analisis meliputi :
o Jangka waktu yang harus ditetapkan
o Biaya yang diperlukan
o Jumlah dan jenjang profesi personel yang akan ditugasi melaksanakan pekerjaan
o Kemungkinan hasil akhir yang ingin dicapai
o Dampak yang dapat terjadi karena pelaksanaan pekerjaan

• Terbuka menerima saran dan masukan dari pihak lain
Menyadari bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dalam pengetahuan dan pengalaman tertentu, sikap terbuka merupakan akses bagi pengetahuan yang memperkaya wawasan

• Inisiatif yang menonjol
Inisiatif adalah upaya untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau mewujudkan suatu ide . Keberanian menawarkan inisiatif pada saat kritis pada suatu kondisi sangat diperlukan dalam kehidupan organisasi.

• Pikiran yang terkonsentrasi
Memusatkan pikiran pada suatu hal bukan hal yang mudah. Mengkonsentrasikan pikiran dapat dipelajari, dan tingkat keberhasilannya ditentukan oleh kemempuan memilih problem dalam tata urutan berdasar urgensi.

• Ciri seorang entrepreneur yang selalu berorientasi pada hasil memberikan sifat dimana mereka akan mengenali dulu kondisi bidang usaha; peluang yang tersedia, target pasar dari produknya, hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dan bagaimana cara-cara untuk mengatasi hambatan-hambatan itu.


Bagaimana Melahirkan Sikap Wirausaha?

1. Pendidikan Kewirausahaan

Beberapa pakar mengatakan, secara umum jiwa dan kepriba¬dian seseorang itu paling tidak di pengaruhi oleh dua hal, yaitu bakat dan lingkungan. Mengingat besarnya proporsi kedua faktor yang cukup membingungkan yaitu 50%:50%, maka agaknya hal ini perlu dikaji lebih lanjut. Apalagi ketika dikaitkan dengan dimasukkannya pendidikan kewirausahaan di dalam kurikulum pendidikan.

John Kao Salah satu pengajar kreativitas dan kewirausahaan di Harvard Business School menganggap bahwa pendidikan kewirausahaan ini cukup penting. Karena pendidikan ternyata mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang sebesar 5O%. Dari institusi pendidikan juga telah banyak lahir konsep-konsep mengenai bagaimana menjadi wirausahawan yang baik.


2. Lingkungan dan Budaya
Disamping pendidikan, lingkungan dan budaya ternyata juga memiliki peran penting terhadap paradigma berfikir seseorang tentang dunia wirausaha. Sebagai contoh, etnis China dimanapun berada selalu memilih bisnis ketimbang menjadi birokrat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena budaya tersebut sudah in dalam paradigma mereka.

3. Motivasi dan Disiplin Diri

Walau demikian, tetap masih ada dilema mengenai faktor terbesar yang membentuk jiwa kewirausahaan. Apakah memang jiwa kewirausahaan itu bisa dibentuk dari lingkungan sekitar atau tergantung pada bakat yang ada pada diri seseorang tersebut.

Meskipun belum tentu bisa dibenarkan, tetapi ada sedikit pemikiran yang perlu disikapi. Dari sekian banyak buku-buku yang menulis dan membahas tentang wirausaha, ternyata para ahli tersebut merasa masih ada satu hal yang diperlukan bagi seseorang untuk menjadi wirausahawan yang sukses, yaitu motivasi dan disiplin diri. Motivasi dan disiplin diri mendapatkan proporsi yang besar untuk membentuk seseorang menjadi wirausahawan sejati, selain faktor bakat dan faktor lingkungan. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki bakat wirausaha dapat menjadi seorang wirausahawan sejati. Seseorang yang telah banyak mengikuti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan maupun kuliah yang membahas mengenai cara mengelola suatu bisnis atau apapun, tetap memerlukan motivasi dan disiplin diri dalam menjalankan usahanya. Motivasi dan disiplin diri merupakan faktor penting, selain faktor bakat dan lingkungan, dalam membentuk seseorang menjadi wirausahawan sejati.

4. Pengalaman

Pendidikan dan pengalaman memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan jiwa kewirausahaan. Dengan memiliki banyak pengalaman dan mengikuti banyak pelatihan maupun kursus yang sifatnya pendidikan, maka seseorang barulah lengkap dapat menuju jalur kesuksesan untuk menjadi seorang wirausahawan sejati. Bagaimanpun pepatah yang mengatakan “pengalaman adalah guru yang terbaik” masih menjadi relevan dalam hal kewirausahaan. Karena buku-buku yang membahas kewirausahaan di dunia bisnis ternyata tidak terlepas dari pembahasan atas pengalaman beberapa praktisi yang berkecimpung di dalam dunia kewirausahaan.


Membangun Budaya Wirausahawan Muslim

Budaya wirausahawan muslim bersifat manusiawi dan religious serta memiliki spesifikasi tersendiri dibandig dengan budaya usaha lainnya yang tidak menjadikan pertimbngan agama sebagai landasan kerja.
Sifat-sifat dasar wirausahawan muslim
Sifat dasar wirausahawan muslim akan mendorongnya untuk menjadi manusia yang kreatif dan handal dalam menjalankan usaha atau menjalankan aktivitas pada perusahaan dimana dia bekerja.

1. Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan prubahan. Ketetapan ditemukan pada konsep akidah (Q.S Al Anbiya:125), sementara perubahan dilaksanakan pada masalah muamalah (Ar ra’du : 11)

2. Bersifat inovatif yang membedakannya dengan orang lain . Al Quran menempatkan manusia sebagai khalfah dengan tugas memakmurkan bumi dan melakukan perubahan serta perbaikan (Al Hadis)

3. Berupaya secara sungguh-sungguh untuk bermanfaat bagi orang lain “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain ” (HR At Thabrani)

4. Karakter dan kepribadian dibentuk secara berkelanjutan bukan hanya untuk sesaat atau hanya untuk dirinya sendiri tetapi untuk jangka panjang.

5. “Bekerjalah kamu untuk dunia seolah-olah kau hidup untuk selamanya dan
bekerjalah kamu untuk akhirat seolah-olah kamu akan mati esok hari” (HR Bukhari)

Penutup

Perlu diingat bahwa kegiatan wirausaha akan menunjang ekonomi keluarga / pemerintah, baik industri dan perdagangan. Pertumbuhan industri yang diikuti kemajuan perdagangan akan melahirkan kesempatan kerja baru. Lapangan kerja baru ini akan menampung tenaga kerja baru,yang pada hakekatnya mengurangi pengangguran, mengatasi ketegangan sosial, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memajukan ekonomi bangsa dan negara, pada akhirnya menentukan pula keberhasilan pembangunan nasional.


Daftar Pustaka
Tim Multitama Comunications, 2006, Islamic Business Strategy for Enterpreneurship, Jakarta: Moslem Learning.
Adler haymans manurung, 2008, Modal untuk bisnis UMKM, Jakarta: PT Kompas media Nusantara.
http://danankseta.blog.uns.ac.id/
http://motivasi259.blogspot.com/
http://nadiaindah.wordpress.com/
http://jokosumaryono.multiply.com/journal
Read More … Enterpreneurship, Menjadi Wirausahawan Handal

Tuesday, October 18, 2011

Sistem Kebijakan Fiskal Ekonomi pada Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab,

Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.

Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua di dalam Islam setelah Abu Bakar. Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. lbu beliau bernama Khatamah binti Hasyim bin al Mughirah al Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau kunyah Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua dan memberi laqab (julukan) al Faruq.Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.

Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636 M), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641 M, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639 M, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.

Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637 M, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641 M, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642 M), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644 M, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.




Umar bin Khattab menjadi Khalifah kedua kaum muslimin menggantikan Abu Bakar As-shiddiq RA. Sebagaimana pendahulunya, corak kepemimpinan Umar bin Khatthab RA termasuk sistem ekonominya bersumber pada Al-quran dan As-Sunnah. Sistem ekonomi yang dikembangkan Khalifah Umar bin Khatthab RA memiliki karakteristik obyektif, loyal, dan berkembang, diterapkan dengan penuh prinsip ketakwaan, musyawarah dan keadilan sehingga dapat mencapai keseimbangan ekonomi dan sosial. Di samping itu, Umar bin Khatthab RA mengatur kekayaan Negara untuk urusan pengembangan proyek yang prospektif, yang merupakan cirri khas kekuasaannya.


Kebijakan Ekonomi Umar bin Khatthab


1. Melakukan Sistematisasi dalam Pemberlakuan pngutan jizyah kepada ahlu dzimmah
Umar bin Khatthab melakukan sistematisasi dalam pemberlakuan pungutan jizyah kepada ahlu dzimmah (penduduk suatu Negara yang memiliki perjanjian damai dengan Negara Islam), dengan cara menetapkan tiga tingkatan jizyah yang disesuaikan pada tingkat kemampuan membayar. Jumlah jizyah tersebut adalah sebagai berikut:
a. 12 dirham setiap tahun bagi para pekerja manual dan orang miskin, pembajak tanah, petani, dsb.
b. 24 dirham atas kelompok berpenghasilan menengah,
c. 48 dirham atas orang kaya, seperti pedagang pakaian, pemilik kebun, pedagang umum, dan lainnya.
Jizyah bukan hanya merupakan upeti karena kekalahan militer dan penakllukan politik. Sebaliknya, dengan membayar jizyah, masyarakat non muslim mendapatkan perlindungan dan manfaat lain dari Negara Islam. Abu Ubaid meriwayatkan bahwa Khalifah Umar tidak segan untuk menghapuskan beban jizyah kepada ahlu dzimmah yang lanjut usia dan yang tidak mampu membayar, bahkan untuk mereka diberikan bantuan dari baitul maal.

2. Menghentikan Pembagian zakat pada muallaf
Umar bin Khatthab menghentikan pendistribusian bagian zakat untuk salah satu ashnaf, yaitu orang-orang yang baru masuk Islam, karena Negara Islam telah kuat.


3. Restrukturisasi sumber dan sistem ekonomi baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Khalifah Umar RA untuk pertama kalinya mrmutuskan untuk memungut pajak dipos-pos perbatasan. Yaitu pajak bagi para pedagang dari wilayah harbi (Negara yang tidak memiliki perjanjian damai dengan Negara Islam) dan wilayah dzimmah (Negara yang memiliki perjanjian damai dengan Negara Islam)ketika mereka melewati Negara Islam.


4. Memungut Zakat atas kuda yang oleh RAsulullah SAW dibebaskan dari zakat
Atas saran Ali RA, Khalifah Umar RA memungut zakat atas kuda yang oleh RAsulullah SAW dibebaskan dari zakat. Inovasi ini merupakan tuntutan saat itu dan sama sekali tidak bertentangan dengan Nabi SAW. Kuda tidak pernah dikembangkan untuk diperdagangkan dalam skala besar pada Masa Rasulullah, melainkan hanya dipergunakan untuk kendaraan. Sedangkan pada masa Umar, kuda-kuda diternakkan dan diperdagangkan dalam jumlah besar.


5. Membentuk dewan-dewan, baitul maal, membuat dokumen-dokumen Negara, dan merancang sistem dan merancang sistem yang mampu menggerakkan ekonomi, baik produksi maupun distribusi.

Pada masa Khalifah Umar, wilayah kerja ekonomi makin luas dan aktifitas ekonomi Negara membutuhkan kantor pusat. Maka Umar RA mendirikan dewan (tempat penyimpanan dokumen Negara) untuk tujuan itu, yaitu dewan pengeluaran dan pembagian, yang khusus menangani devisa umum Negara.
Menurut catatan Ibn Khaldun, Khalifah Umar bin Khatthab membentuk dewan itu pada tahun 20H, dengan tugas diantaranya sebagai berikut:
a. Mendirikan baitul maal (kantor perbendaharaan Negara), menempa uang, membentuk tentara untuk menjaga tapal batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim, mengatur perjalanan pos, dan lain-lain
b. Mengadakan dan menjalankan hisbah (pengawasan tarhadap pasar, pengontrolan terhadao timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata tertib dan susila, pengawasan terhadap kebersihan jalan,dsb)
c. Memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah ada.
Pembuatan Dokumen Negara
Khalifah Umar RA adalah orang pertama yang membat dokumen Negara dalam Islam. Pada masa beliau, dokumen Negara terdiri dari empat bagian:
a. Dokumen khusus tentang tentara yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan pengukuhan tentara dan penentuan gajinya.
b. Dokumen khusus tentang provinsi uang berisi peta dan pemetaan masing-masing provinsi beserta kewajiban-kewajibannya.
c. Dokumen khusus tentang pegawai yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, gaji, dan pemecatan pegawai.
d. Dokumen khusus tantang baitul maal yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan pemasukan dan pembelajaan kas Negara.


6. Tidak mendistribusikan tanah taklukan di Iraq kepada para prajurit, dan membiarkannya sebagai amanah.

7. Menambah pemasukan keuangan Negara dari banyaknya ghanimah atas kemenangan perang



Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara

Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan Negara adalah mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima. Kwbijakan tersebut mengalami perubahan pada masa Khalifah Umar RA. Beliau mengklasifikasi pendapatan Negara menjadi empat bagian, yaitu:

a. Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal dan jika terjadi surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di baitul maal pusat dan dibagikan pada ashnaf zakat

b. Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.

c. Pendapatan kharaj, fai, jizyah, dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dsb.

d. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan sosial lainnya.
Pengeluaran
Di antara alokasi pengelaran harta Baitul Maal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran Negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan Negara dan danan pembangunan.

Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, sama halnya dengan gaji regular angkatan bersenjata. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan (sharaf) seperti yang diberikan kepada isteri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah wafat.

Khalifah Umar menetapkan perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan perdagangan sebagai prioritas utama. Selain itu, beliau mendirikan dan mensubsidi sekolah-sekolah dan masjid-masjid di seluruh wilayah Negara. Ia juga menjamin orang-orang yang melakukan ibadah haji dan para pengembara dapat menikmati fasilitas air dan tempat peristirahatan di sepanjang Makkah dan Madinah.

Khalifah Umar juga menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan dan melunasi utang orang-orang yang menderita pailit, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delgasi dan tukar menukar hadiah dengan Negara lain.

Wafatnya Umar RA dan Wasiatnya Terkait dengan Kekayaan Negara

Khalifah Umar bin Khatthab RA wafat pada hari keempat akhir pada bulan Dzulhijjah tahun 23H setelah memimpin kaum muslimin selama 10 tahun, 6 bulan, 4 hari. Wasiat-wasiat Umar RA pada khalifah penggantinya yang berkaitan dengan masalah ekonomi dapat diringkas sebagai berikut:

1. Agar memberikan pengertian kepada kaum muhajirin mengenai harta fa’I mereka, dan mewasiatkan Anshar tentang kebaikan.
2. Agar memperlakukan orang manapun dengan baik, karena mereka adalah sumber pendapatan Negara
3. Tidak boleh diambil dari penduduk daerah , selain dari kelebihan harta mereka dengan penuh keridhoan,
4. Kafir dzimmi tidak dibebani kecuali sekedar menurut kesanggupannya.
Read More … Sistem Kebijakan Fiskal Ekonomi pada Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab,

Tuesday, October 11, 2011

Konsep Riba (Bunga) dalam Perspektif Filosof dan Agama-Agama

Riba tidak hanya menjadi persoalan dalam agama Islam, tetapi juga dalam agama yahudi dan nasrani. Masalah riba telah menjadi bahasan dikalangan yahudi, nasrani, dan romawi. Kalangan Kristen dari masa kemasa juga meiliki pandanga sendiri mengenai riba. Karena itu sepantasnya jika kajian tentang riba melihat perspetif dari kalangan non muslim tersebut. Ada beberpa alasan dari pandangan non muslim perlu dikaji.

1. Agama islam mengimani dan menghormati nabi Ibrahim, ishaq, musa, dan isa. Nabi-nabi tersebut diimani juga oleh umat nasrani. Islam jga mengakui kedua kaum itu dengan ahli kitab karena kaum yahudi di karunia kitab taurat oleh Alloh, dan Kristen di karuniai kitab injil.
2. Pemikiran kaum yahudi dan Kristen perlu dikaji karena sangat bnyak tulisan mengenai bunga yg dibuat dari pemuka agama tersebut.
3. Pendapat orang yunani dan romawi perlu diperhatikan karena mereka memberikan konribusi yg besar terhadap peradaban manusia. Pedapat mereka jga bnyak mempengaruhi orang yahudi,nasrani,dan islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.

Konsep bunga dikalangan yahudi :
Orang yahudi dilarang mempraktikan pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci mereka baik dalam perjanjian lama maupun undang-unfdang Talmud
KITAB EXODUS (KELUARAN) PASAL 22 AYAT 25:
“JIKA ENGKAU MEMINJAMKAN UANG KEPADA SALAH SEORANG DARI UMATKU, ORANG YANG MISKIN DI ANTARAMU, MAKA JANGANLAH ENGKAU BERLAKU SEBAGAI PENAGIH UTANG TERHADAP DIA; JANGANLAH ENGKAU BEBANKAN BUNGA UANG TERHADAPNYA”
KITAB DEUTERONOMY (ULANGAN) PASAL 23 AYAT 29:
“JANGNLAH ENGKAU MEMBUNGAKAN KEPADA SAUDARAMU, BAIK UANG MAUPUN BAHAN MAKANAN, ATAU APAPUN YANG DAPAT DIBUNGAKAN”
KITAB LEVICITUS (IMAMAT) PASAL 25 AYAT 36-37:
“JANGANLAH ENGKAU MENGAMBIL BUNGA UANG ATAU RIBA DARINYA, MELAINKAN ENGKAU HARUS TAKUT AKAN ALLAHMU, SUPAYA SAUDARAMU BISA HIDUP DI ANTARAMU. JANGANLAH ENGKAU MEMBERI UANGMU KEPADANYA DENGAN MEMINTA BUNGA, JUGA MAKANANMU JANGANLAH KAU BERIKAN DENGAN MEMINTA RIBA”

Konsep bunga di kalangan yahudi dan romawi :
Pada masa yunani sekitar abad 6 sebelum masehi hingga satu masehi telah terdapat beberapa bunga. Besarnya bunga tersebut bervariasi dan tergantung dengan kegunaanya.

Pada masa romawi sebelum abad V sebelum SM hingga IV M terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil bunga. Selama tingkat bunga tersebut sesuai dengan maximum legal rate (tingkat maksimal yang dilegalkan hukum ). Nilai suku bungan ini sesuai dengan berubahnya waktu. Meskipun undang-undang membenarkan pengambilan bunga namun pegambilannya tidak dibenarkan dengan cara bunga-berbunga. Pada masa pemerintahan genucia 342 SM kegiatan pengambilan bunga tidak dibolehkan tetapi pada masa unciaria peraturan tersebut diperbolehkan.
Dua orang filsafa yunani terkemuka plato 427-347 SM dan aristoteles 384-322 SM mengecam praktik bunga. Begitu juga dengan cato dan Cicero.

Plato mengecam sistem bunga dengan dua alasan :
1. Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dengan masyarakat
2. Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin.
Menurut pendapat aristoteles :
1. Fungsi uang hanya sebagai alat tukar
2. Uang bukan alt untuk menghasilkan tambahan dengan bunga
3. Bunga adalah uang yang berasal dari uang yang keberadaanya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi.


Cato memberikan ilustrasi untuk melukiskan perbedaan antara perniagaan dengan memberi pinjaman.
1. Perniagaan adalah suatu pekerjaan yang mempunyai resiko Karena Memberikan pinjaman adalah suatu yang tidak pantas
2. Dalam tradisi mereka memiliki perbandingan antara seorang pencuri dan pemakan bunga. Pencuri akan didenda 2x lipat dan maka bunga 4x lipat.

Ringkasnya ahli filsafat romawi dan yunani, ia menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang hina dan keji.

Konsep bunga dalam kalangan Kristen
Kitab perjanjian baru tidak menyebutkan permasalahn ini secara jelas, akan tetapi sebagian kalangan kristiani menganggap bahwa ayat dibawah ini sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga.
LUKAS 6:34-35
“DAN, JIKALAU KAMU MEMINJAMKAN SESUATU KEPADA ORANG KARENA KAMU BERHARAP MENERIMA SESUATU DARINYA, APAKAH JASAMU? ORANG-ORANG BERDOSA PUN MEMINJAMKAN KEPADA ORANG BERDOSA SUPAYA MEREKA MENERIMA KEMBALI SAMA BANYAK. TETAPI KAMU, KASIHILAH MUSUHMU DAN BERBUATLAH BAIK KEPADA MEREKA DAN PINJAMKAN DENGAN TIDAK MENGHARAPKAN BALASAN, MAKA UPAHMU AKAN BESAR DAN KAMU AKAN MENJADI ANAK-ANAK TUHAN YANG MAHA TINGGI SEBAB IA BAIK TERHADAP ORANG-ORANG YANG TIDAK TAHU BERTERIMA KASIH DAN TERHADAP ORANG-ORANG JAHAT”
Dalam ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dari para pemuka agama Kristen tentang boleh tidaknya orang Kristen melakukan praktik bunga.

Berbagai Pandangan di Kalangan Pemuka Agama Kristen.
1. Pandangan para Pendeta Awal Kristen (abad I-XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Mereka merujuk pada masalah pengambilan bunga pada kitab perjanjian lama yang juga diimani oleh orang Kristen.
a. St Basil, menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berkeprimanusiaan.
b. St. Gregory, mengutuk praktek bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu.
c. St John Chrysoston, Larangan yang terdapat pada perjanjian lama yang ditujukan bagi orang-orang yahudi, juga berlaku bagi penganut perjanjian baru.
d. Ambrosey, Pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit rentenir.
e. St Augistine, pemberlakuan bunga pada orang miskiin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya.
f. St Ansel, Bunga sama dengan perampokan.

2. Pandangan Para Sarjana Kristen
Menurut mereka, ada dua bahasan tentang bunga, itu dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sanga besar sehubungan bunga ini adalah Robert of Courcon, William of Auxxerre, St. Raymond of Pennaforte, St. Bonaventure, dan SR Thomas Aquinas.
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen:
a. Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan,
b. Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya bergantung pada niat si pemberi untang.

3. Pandangan Para Reformis Kristen
Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
a. Dosa apabila bunga memberatkan,
b. Uang dapat membiak , (kontra dengan aristoteles)
c. Tidak menjadikan pengambl bunga sebagai profesi,
d. Jangan mengambil bunga dari orang miskin,

Larangan Riba dalam Al-Quran dan As-Sunnah
QS. AR-RUUM: 39 (TAHAP 1: Wacana)
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوا عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُضْعِفُونَ
“DAN, SESUATU RIBA (TAMBAHAN) YANG KAMU BERIKAN AGAR DIA MENAMBAH PADA HARTA MANUSIA, MAKA RIBA ITU TIDAK MENAMBAH PADA SISI ALLAH. DAN APA YANG KAMU BERIKAN BERUPA ZAKAT YANG KAMU MAKSUDKAN UNTUK MENCAPAI KERIDOAN ALLAH, MAKA (YANG BERBUAT DEMIKIAN) ITULAH ORANG-ORANG YANG MELIPATGANDAKAN (PAHALANYA)”
QS. AN-NISAA: 160-161 (TAHAP 2: Dampak Riba))
فَبِظُلْمٍ مِنْ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمْ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“MAKA DISEBABKAN KEZALIMAN ORANG-ORANG YAHUDI, KAMI HARAMKAN ATAS MEREKA (MEMAKAN MAKANAN) YANG BAIK-BAIK (YANG DAHULUNYA) DIHALALKAN BAGI MEREKA, DAN KARENA MEREKA BANYAK MENGHALANGI (MANUSIA) DARI JALAN ALLAH, DAN DISEBABKAN MEREKA MEMAKAN RIBA, PADAHAL SESUNGGUHNYA MEREKA TELAH DILARANG DARINYA, DAN KARENA MEREKA MEMAKAN HARTA ORANG DENGAN JALAN BATIL. KAMI TELAH MENYEDIAKAN UNTUK ORANG-ORANG YANG KAFIR DI ANTARA MEREKA ITU SIKSA YANG PEDIH”
AGAMA ISLAM:
QS. ALI IMRAN: 130 (TAHAP 3: Larangan Riba Berlipat Ganda)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, JANGANLAH KAMU MEMAKAN RIBA DENGAN BERLIPAT GANDA DAN BERTAQWALAH KAU KEPADA ALLAH SUPAYA KAMU MENDAPAT KEBERUNTUNGAN”
QS. AL-BAQARAH: 278-279 (TAHAP TERAKHIR: Larangan semua Riba)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, BERTAKWALAH KEPADA ALLAH DAN TINGGALKAN SISA RIBA (YANG BELUM DIPUNGUT) JIKA KAMU ORANG-ORANG YANG BERIMAN. MAKA JIKA KAMU TIDAK MENGERJAKAN (MENINGGALKAN SISA RIBA) MAKA KETAHUILAH BAHWA ALLAH DAN RASULNYA AKAN MEMERANGIMU. DAN JIKA KAMU BERTOBAT (DARI PENGAMBILAN RIBA) MAKA BAGIMU POKOK HARTAMU; KAMU TIDAK MENGANIAYA DAN TIDAK PULA DIANIAYA”
AGAMA ISLAM:
عن جابر قال لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا وموكله و كاتبه وشاهديه وقال هم سواء
JABIR BERKATA BAHWA RASULULLAH SAW MENGUTUK ORANG YANG MENERIMA RIBA, ORANG YANG MEMBAYARNYA, DAN ORANG YANG MENCATATNYA, DAN DUA ORANG SAKSINYA, KEMUDIAN BELIAU BERSABDA, “MEREKA ITU SEMUANYA SAMA”
(HR:MUSLIM NO. 2995)
روى الحاكم عن ابن مسعود أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : الربا ثلاثة و سبعون بابا أيسرها مثل أن ينكح الرجل أمه
AL-HAKIM MERIWAYATKAN DARI IBNU MAS’UD BAHWA NABI SAW BERSABDA, “RIBA ITU MEMPUNYAI 73 PINTU (TINGKATAN) DOSA. YANG PALING RENDAH (DOSANYA) SAMA DENGAN MELAKUKAN ZINA DENGAN IBUNYA” (HR: MUSLIM)

Fatwa-Fatwa Tentang Riba
Lajnah Bahsul Masail Nahdhatul Ulama’
Mengenai bank dan pembungaan uang, Lajnah memutuskan masalah tersebut melalui beberapa kali seidang. Sejak muktamar NU ke 12 di Malang tahun 1937 menetapkan bahwa hokum menyimpan di bank demi keselamatn saja dan tidak yakin uangnya di pergunakan untuk hal yang dilarang agama adalah makruh. Pada muktamar NU ke-2 di Surabaya tahun 1927. Menurut lajnah, hukum bank dan hokum bunganya sama seperti hokum gadai. Terdapat tiga pendapat ulama’ sehubungan dengan masalah ini :
a. Haram: sebab termasuk hutang yang dipungut rente.
b. Halal: sebab tidak ada syarat pada waktu aqad, sementara adat yang berlaku, tidak dapat begitu saja dijadikan syarat.
c. Syubhat: (tidak tentu halal-haramnya) sebab para ahli hokum berselisih pendapat tentangnya.

Keputusan Lajnah Bahsul Masail yang lebih lengkap tentang masalah bank ditetapkan pada siding di Bandar Lampung (1982). Para musyawirin masih berbeda pendapat tentang hokum bunga bank konvensional sebagai berikut :
a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram.
b. Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya riba mubah (boleh).
c. Ada pendapat yang menyatakan hukumnya syubhat (tidak identic dengan haram)

Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Keputusan peserta sidang OKI kedua yang berlangsung di Karachi, Pakistan, Desember 1970, telah menyapakati dua hal yang utama yaitu:
a. Praktek bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariat Islam
b. Perlu segera didirikan bank-bank alternatife yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
Hasil keputusan ini yang melatar belakangi didirikannya Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB).

Fatwa Majlis Ulama’ Indonesia (MUI)
Keputusan Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) tanggal 16 Desember 2003 dengan tegas menyatakan bahwa bunga bank adalah haram, walau keputusan tersebut banyak mengundang respon yang beragam, baik di kalangan ulama’.
Read More … Konsep Riba (Bunga) dalam Perspektif Filosof dan Agama-Agama